Monday 25 February 2019

Cerpen: WANITA PERTAMA #WP1



Wanita Pertama #WP1


---------------------------------------

Suara hentakan dari flatshoes vincci itu terdengar perlahan. Debu-debu di sekeliling tangga enggan bertebaran. Begitu hati-hati sang kaki berjalan. Dress berwarna cream yang digunakan, tersingkap sehingga mata kaki. Khawatir, dress bisa membuat kaki tersungkur.


Beberapa tetes peluh pun jatuh, membasahi kerudung biru laut yang di gunakan. Wanita itu terus berusaha menapaki anak tangga, menuju ruangan laboratorium di lantai 3. Perlahan, padahal ia sangat terburu-buru. Wanita itu, membawa bakal buah hati di dalam rahimnya, yang menjadi penguat diri.


"Qinrana... kamu tidak libur saja dulu. Istirahat dirumah ? Usia kandunganmu sudah 7 bulan kan..." Wanita yang lain itu panik, melihat wanita itu basah pakaiannya oleh keringat.

"Lihat, tangan dan kaki mu gemetaran."


Ya, Qinrana hanya terdiam dan mengatur nafas dengan sebaiknya.

"Saya baik-baik saja, insyaAllah..."

Qinrana, wanita pertama tadi, tersenyum.

"Ya ngak bisa gitu dong, kasian janin di dalam kandungan mu itu." Remia, masih mengkerutkan alisnya. Remia menuntun Qinrana untuk duduk di kursi.


"Aku ambilkan air di pantry ya Qin, tunggu bentar ya."


Qinrana, wanita pertama tadi tersenyum dan mengangguk.


----------------------------------------


"Saya mempunyai amanah di sana." Pria itu mendekap nya erat, wanita yang dia nikahi seminggu yang yang lalu.


Keramaian di Bandara Internasional Kuala Lumpur tersekat bagi telinga wanita itu. Apatah lagi hatinya, sungguh ini sebuah keterpaksaan.


"Saya akan melepon kamu sesampainya saya di Ambon. Dari Kuala Lumpur saya akan transit dulu di Jakarta, setelah itu saya langsung ke Ambon."


Suara masih tersekat di tenggorokan wanita itu, apatah lagi air mata dan emosi jiwa nya. Ia hanya diam dan memberikan senyum manisnya.


"Semoga senyuman ini bukan sebuah keterpaksaan, Qinrana... jangan pernah sesali itu" Ucapnya dalam hati, pada dirinya sendiri.


"Qinrana, saya berangkat dulu. Semoga kita bersabar pada jarak dan waktu yang tersekat." Pria berjaket abu tua itu melepaskan dirinya dari wanita itu. Wanita yang menjadi istrinya.


Langkah kaki pria itu terdengar menyakitkan, bagi kedua telinga Qinrana. Hilangnya bayangan pria itu memilukan, bagi sepasang mata Qinrana. Sepinya suara pria itu membuat sendu, meski di keramaian aktivitas bandara saat itu.


Pertahanan bendungan air mata Qinrana tidak kuat, banjir di pipi merahnya.


---------------------------------


"Qin, kamu gak apa-apa?" Remia datang ke laboratorium dengan membawa 500 ml air mineral.


"Saya baik-baik saja Remia." Qinrana, menyembunyikan air matanya.

"Sebaiknya ke ruang diskusi ya Re. Kan di lab gak boleh minum." Sambung Qinrana.


"Iya, Qin." Datar, remia menjawab. Alis remia semakin mengkerut. Di fikirannya semakin banyak tanda tanya. Qinrana kenapa ?


To be continue...

No comments:

Post a Comment