Ini adalah kisah dimana aku menuturkannya dengan segenap tangan yang tak berdaya. Nun disana, seorang gadis yang berjuang melawan penyakitnya
"Siapa yang mau menerima saya ?"
Aku masih diam, segala kata-kata yang ingin aku layangkan tersekat didalam hatiku. Semua lumpuh.
"Saya hanya ingin berbakti."
Aku harus apa, aku pun merasa teriris mendengar pernyataannya.
Aku hanya tak menyangka, gadis yang se-ceria ini, ternyata ada banyak luka di dalamnya.
Dia menuturkan perihal penyakitnya terhadapku. Oh, betapa aku merasa hina, betapa aku tak bersyukur selama ini, betapa ku tak memikirkan sisi lain kehidupan di dunia ini, dimana ada orang-orang yang Allah berikan ini sebagai tanda cinta-Nya, Rahmat-Nya tak akan pernah terputus.
"pasti ada, yang sholeh dan mencintai Allah tentunya."
Dia hanya tergagu, memandang ke arah jendela. Aku melihat banjir di pipinya menandakan harapan itu jauh di hujung senja.
Aku hanya berusaha meyakinkannya.
Aku melihat dirinya sudah tak tegar lagi, aku melihat matanya penuh kaca-kaca menyakitkan. Aku tak tahan melihatnya.
"Ini berbeda, tak seperti yang dibayangkan."
Semakin dia berkata semakin aku merasa tertampar.
"Mungkin aku hanya akan berbakti pada ibuku, aku akan menemani ibuku sampai penghujung."
Oh, ini semakin membuat jiwaku tertampar.
Wahai gadis nun jauh disana, ma'afkan aku. Aku tak bisa berbuat banyak.
"Tak banyak pintaku, sudi kiranya kau berbagi senyuman-mu pada ku. Aku sedang tidak sehat."
Duhai hati, akankah kau kuat jika kau berada di posisinya, akan kah kau sanggup.
Untuk gadis nun jauh disana, sekali lagi ma'af. Semoga seribu senyum ini tak membuatmu retak......
28 April 2015
-Negeri Menara Petronas-
Kisah gadis nun jauh disana
No comments:
Post a Comment