Tuesday, 28 March 2017

Kalam #9 : Bergerak dengan Pantas

Setiap detiknya kita ialah belajar bukan semata-mata untuk pintar (sahaja), tetapi melangkah menderu menuju peradaban Rabbani. Insan yang kamil, menggenggam dunia seluas tangannya, dari ibu jari hingga kelingking, dari hujung kuku ke pergelangan tangan. Agar ketika kecintaannya dipermainkan, makan ianya tak mudah rapuh. Insan yang kamil, menggenggam erat akhirat di hatinya. Mengalir hingga ke urat nadi, tiada yang sempit dan berat, jika semata-mata karena kecintaanya pada Allah dan Rasul-Nya.
Bergerak meniti perlahan-lahan, ketika dunia dan akhirat terasa dipisahkan. Hingga akhirnya kesadaran ini memuncak, bahwa diri ini selalu belajar dan tidak akan pintar. Maka ketika setitik cahaya, mulai membesar pada sebuah lingkaran hitam, ketika dot cahayanya membesar, lingkaran hitam ini lah turut membesarkan kekuasaannya. Yang pada akhirnya, manusia merasa semakin mengenal Tuhannya, ciptaan-ciptaan-Nya, anugerah-Nya.
Pada jutaan sel makhluk hidup dan jutaan atom pada setiap elemen kehidupan. Kita belajar bagaimana turut bekerja pada sesama. Berkomunikasi sehingga jangan sampai salah arti. Kita belajar pada pedang yang terkuat, adalah dengan bahan dasar berlian, karena susunan karbon yang erat. Kita belajar mengenai kecintaan akan keimanan. Maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan ?


-Bara Jihad di Darul Ta'zhim-
28 Maret 2017
Dalam temaram sunyi, kidung di hati

Thursday, 16 March 2017

Kalam #8 : Membaca dengan Hati

Dengarkan sebuah kisah, lalu kau akan membaca setiap huruf perasaan yang terurai membersamai tanda-tanda baca nya. Dengarkan sebuah tangisan, lalu kau akan membaca setiap kalimat kerinduannya, membersamai tanda koma sebagai jeda yang nyata. Dengarkan sebuah peluru dan bom yang terus menderu, maka kau akan membaca setiap ungkapan paragrafnya, kami mencintai syahid!
Pandanglah setiap keterlambatan, maka kau akan membaca cerita tentang waktu, yang sesungguhnya kita benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang menasehati dalam kebaikan dan dalam kesabaran. 
Sudikah dikau ?
Pandanglah setiap luka yang berdarah, maka kau akan membaca situasi, sehingga tau kapan harus diam; ketika mendengarkan tuturan para guru. Kapan harus berbicara; ketika saudara mu meminta hak nya. Kapan harus marah; ketika agamamu dinistakan.
Pandanglah, setiap deru angin, meski kau hanya bisa merasa panas dan dingin. 
Pandanglah, awan malam tanpa cahaya, meski kau hanya melihat bulan dan bintang.
Maka sebenarnya kau sedang membaca hati, bahwasanya seribu kilometer dari arah selatan, utara,timur dan baratmu, ada saudaramu yang mempertaruhkan nyawa untuk aqidahnya. 
Ya, bukan lagi tentang harta.
Tapi detak jantung, aliran darah, dan hembusan nafas.

Bara Jihad di Darul Ta'zhim
16/3/2017
Derasnya hujan, ba'da maghrib di gubuk peradaban

Saturday, 11 March 2017

Kalam #7 : Mengingat Masa Lalu

Mari kita lihat ke belakang, saat Adam Alaihi Sallam pertama kali diciptakan. Bukan kah Malaikat sudah cukup bertasbih dan memuji-Nya, sedangkan manusia hanya menciptakan kerusakan dan saling menumpahkan darah.
"Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang Aku ketahui." 
Dalam firman-Nya di surah Al-Baqarah. Mari merenung sejenak, siapakah kita ini? Untuk apa kita hidup? Dimanakah tujuan kita. Dalam keputus asa-an pun sejenak kita memikirkan, yang lebih dekat dari urat nadi kita, Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sang Maha Pemurah dan Maha Pengasih. 

Kita selalu bersenandung, "Ah panasnya, Ah dinginnya, Ah susahnya, Ah sulitnya, Ah kenapa dulu gak gini? Ah kenapa dulu gak gitu." Andai saja kita boleh ber-andai andai, maka keniscayaan hidup kita dalam eutopia sahaja. Kita hidup dalam realitas sebenar, bukan abstraksi yang konon katanya memuliakan seni. 

Allah Azza Wa Jalla menyukai yang indah-indah; yang indah-indah kita mengatakan bahwa itu seni, tapi bukan berarti kita menjadi bebas dengan mengatakan nurani tak perlu lagi. Diberikan petunjuk untuk terus memperbaiki, mempelajari, memahami, meresepi apa itu"seni". Yang menarik hati ketika "seni mempelajari manusia itu" sendiri. Unik, betapa tentang masa lalu, manusia bisa tidak dapat tidur, tidak enak makan, tidak mempunyai ghirah!
Tetapi, bagi orang-orang yang memahami, masa lalu itu menjadi pemantik ghirahnya. Masa lalu bukan sekedar masa lalu, tapi sejarah bukti nyata. Sama, seperti sang pemuda Sultan Muhammad Al-Fatih, menaklukan Konstatinopel. Ya, masa lalu yang nyata. Sejarah menyuluh api himmah nya hingga azzam terus membakar sampai habis. 

Dari sejarah, diambil pelajaran dan hikmah. 
Dari Al-Qur'an dan Hadits, petunjuk yang lurus.
Semoga apa yang di semogakan hati kita membawa kita ke jalan yang lurus dan benar, ke jalan yang Dia Ridhoi.
Aamiin.


Bara Jihad di Darul Ta'zhim
3 November 2017
Di malam, hiruk piruk, suara TV, di kejauhan rumah makan, lantai lima kurang satu